Sabtu, 06 Maret 2010

APA SALAH MENJADI BAND MAINSTREAM


"Kita kedatangan tamu, seorang
vokalis dari sebuah band
mainstream, Anji Drive. ” Itulah kata-
kata pertama yang diucapkan oleh
seorang pembawa acara saat melihat
sosok saya di sebuah pesta
pernikahan salah satu sahabat.
Hampir semua yang ada di tempat
itu menoleh dan tertawa. Entah, apa
makna di balik tawa itu. Saya hanya
tersenyum sambil melanjutkan
malam itu bersama sebotol bir,
menikmati apa yang Seringai,
Komunal, Rumah Sakit, Denial, The
Jones dan Teenage Death Star
teriakkan dari atas panggung.




Dalam perjalanan pulang, mau tak
mau kata-kata pembawa acara yang
juga merupakan salah satu editor
majalah ini membuat saya berpikir.
Saya tahu itu hanya sebuah kelakar
penyegar suasana. Tapi tak tertutup
kemungkinan adanya muatan
sindiran di balik kelakar itu.
Karena untuk beberapa kalangan
yang ‘tidak mainstream’, menjadi
mainstream adalah hal yang kurang
baik, sangat kurang baik atau bahkan
hina. Lalu muncul pertanyaan dalam
benak saya, apakah band
mainstream itu? Apakah salah
menjadi seperti itu?
Berdasarkan artinya (yang saya
dapatkan melalui Google, karena
tidak ada di KBBI), mainstream
adalah arus umum dari pemikiran
mayoritas. Dalam seni, mainstream
mencakup semua budaya populer
dan biasanya disebarkan oleh media
massa. Saya menggarisbawahi kata-
kata budaya populer dan media
massa. Jadi, band mainstream
adalah sebuah band yang biasanya
memainkan musik dengan kaidah
yang ada dalam koridor industri pop
dan didukung oleh media massa.
Band mainstream tidak ada
hubungannya dengan keberadaan
mereka di major label maupun indie.
Pemahaman itu sepertinya harus
diluruskan.
Apakah disukai masyarakat luas
tidak-lah baik? Apakah tidak memiliki
musik ‘aneh dan unik’ serta ‘keras’
tidaklah bagus? Apakah mempunyai
notasi dan lirik yang bisa dinyanyikan
orang dewasa sampai anak kecil
adalah hina?
Memainkan musik memang
merupakan salah satu bentuk
ekspresi diri, tetapi pada saat
memasuki budaya pop (yang salah
disebut dengan mainstream), ada
tanggung jawab moral yang secara
langsung dan tidak langsung
terhadap pendengar.
Misalkan saat menulis ‘birahi’, ‘o…
nani’ atau ‘celurit’ dalam lirik sebuah
lagu. Saya menganggap itu sebagai
sesuatu yang cerdas. Menjadi sangat
cerdas saat kata-kata itu bisa keluar
dan mengalir tanpa bermaksud
porno atau brutal. Tetapi apakah itu
baik untuk anak-anak? Atau apakah
para orang tua yang bertanggung
jawab akan perkembangan anaknya
bisa setuju akan isi lagu itu?
Seperti Lily Allen, yang harus
mengelus dada saat lagunya yang
bagus harus diedit karena kata-kata
’ fuck’ (maaf). Contoh lain, d’Masiv
menelurkan ”Jangan Menyerah” yang
melodinya sangat mudah dan
bermain di tempo pelan, tempo
yang kurang begitu disukai kalangan
non-mainstream, namun lagu itu
terbukti mampu menginspirasi
banyak orang untuk berjuang lebih
kuat dalam hidup. Apakah mereka
jelek?
Menjadi band mainstream dengan
kualitas yang baik secara notasi, lirik,
mixing dan hal lainnya dari sisi
produksi lagu mungkin adalah apa
yang perlu dilakukan. Jika ada
beberapa band dengan karakter
musik yang tidak disukai, jangan
dengar, supaya kita tidak terdistorsi
untuk terjerat ke arah yg tidak kita
sukai itu.
Dan penggarisbawahan yang kedua
oleh saya berarti bahwa kadar
mainstream sebuah band atau aliran
musik itu akan sangat tergantung
oleh peran dari pihak media massa.
Jadi pada saat sebuah media (dan
sayangnya adalah media massa
yang bagus menurut saya) terlalu
mengistimewakan band yang tidak
mainstream, secara tidak langsung
media itu juga sedang
‘ memperjuangkan’ posisi band itu
untuk menjadi mainstream.
Biarlah sebuah lagu itu menjadi suatu
kar-ya seni yang sakral. Lagu berasal
dari suara, sebuah gelombang yang
bisa meresonansi hati dan pikiran
menjadi sedih, senang bahkan
marah. Bagaimana kita bisa
menikmatinya, bila keindahan dan
muatan emosi di dalamnya
dipertanyakan kadar ‘kebagusannya’
dalam suatu wacana mainstream
atau tidak.
Mari membuat musik yang menurut
kita berkualitas dari segi lirik, notasi,
pilihan sound, mixing, dan lain-lain.
Soal nantinya akan diedarkan di area
industri pop atau tidak, itu adalah
pilihan. Memajukan musik Indonesia
secara keseluruhan, itu yang
terpenting.
Salam dari saya untuk semua musisi
yang mendedikasikan karyanya
untuk memajukan musik Indonesia!
*Penulis adalah vokalis Drive.

0 komentar:

Posting Komentar